Belalang, Image by vecstock on Freepik |
Rumah Tani, Pertanian - Insektisida dan akarisida merupakan dua jenis pestisida yang digunakan dalam pertanian dan pengendalian hama. Insektisida, sebagai contoh, adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi serangga yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Mereka berperan penting dalam menjaga hasil panen dengan mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh serangga seperti ulat, kutu, atau belalang. Akarisida, di sisi lain, adalah jenis pestisida yang dirancang khusus untuk mengatasi hama yang lebih kecil, seperti kutu dan tungau, yang dapat merusak tanaman dengan cara yang berbeda.
Baca Juga : Pembahasan Lengkap Mengenai Pengelompokan Pestisida
Nama "akarisida" sendiri berasal dari kata "akari", yang dalam bahasa Jepang berarti kutu atau tungau. Perbedaan utama antara insektisida dan akarisida terletak pada sasaran utamanya. Jika insektisida ditujukan untuk mengendalikan populasi serangga pada umumnya, maka akarisida fokus pada hama-hama yang lebih kecil dan spesifik. Ini membuat akarisida menjadi pilihan yang tepat ketika menghadapi masalah dengan kutu, tungau, dan hama serupa.
Secara umum, baik insektisida maupun akarisida tersedia dalam berbagai formulasi, mulai dari cairan hingga bubuk. Namun, akarisida cenderung berbentuk cairan pekat yang kemudian harus diencerkan dengan air sebelum diaplikasikan pada tanaman atau area yang terkena hama. Proses pengenceran ini memungkinkan agar akarisida dapat diaplikasikan dengan tepat dan efisien sesuai dengan tingkat keparahan infestasi.
Pengelompokan Jenis Insektisida dan Akarisida
Pengelompokan pestisida, termasuk insektisida dan akarisida, dapat dilakukan berdasarkan beberapa faktor, seperti cara kerjanya dan cara masuknya ke dalam organisme yang menjadi sasarannya.
Pengelompokan Insektisida dan Akarisida Berdasarkan Gerakan Racun Pada Tanaman
Pengelompokan insektisida dan akarisida berdasarkan gerakan racun pada tanaman adalah suatu konsep yang penting dalam pemilihan dan penggunaan pestisida di bidang pertanian. Terdapat tiga kategori utama dalam pengelompokan ini, yaitu sistemik, non sistemik, dan sistemik lokal/translaminer.
Baca Juga : Mengenal Pestisida dan Ruang Lingkupnya
Pertama, sistemik merupakan jenis pestisida yang memungkinkan racun untuk diserap oleh organ-organ tanaman seperti akar, batang, dan daun. Setelah diserap, racun ini bergerak melalui cairan tanaman dan diangkut ke bagian-bagian lainnya. Contoh insektisida dan akarisida yang termasuk dalam kelompok ini antara lain furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran, dan monokrotofos. Metode ini memungkinkan pestisida untuk menyebar secara luas dalam tanaman, mengendalikan hama yang mungkin berada di berbagai bagian tanaman.
Kedua, non sistemik adalah jenis pestisida yang tidak diserap oleh tanaman tetapi hanya menempel pada permukaannya. Ini berarti bahwa racun tersebut tidak bergerak melalui sistem tanaman, tetapi tetap aktif pada permukaan tempat diaplikasikan. Di pasar Indonesia, banyak tersedia pestisida dari kelompok ini seperti dioksikarb, diazinon, diklorfos, dan quinalfos. Meskipun mereka tidak diserap oleh tanaman, penggunaannya masih efektif dalam mengendalikan hama di permukaan tanaman.
Ketiga, sistemik lokal atau translaminer adalah jenis pestisida yang diserap oleh jaringan tanaman, umumnya daun, namun tidak ditranslokasikan ke bagian lain dari tanaman. Contoh-contoh pestisida dalam kelompok ini meliputi furatiokarb, dimetan, pyrolan, dan profenofos. Meskipun diserap oleh tanaman, mereka tetap berada pada area di mana mereka diterapkan dan tidak bergerak ke bagian lain.
Baca Juga : Memahami Pengertian Tanam dan Pola Tanam
Pengelompokan Insektisida dan Akarisida Berdasarkan Cara Masuknya Racun Ke Dalam Tubuh Serangga
Pengelompokan insektisida dan akarisida berdasarkan cara masuknya racun ke dalam tubuh serangga merupakan suatu konsep penting dalam pemilihan dan penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama. Terdapat tiga cara kerja yang umum digunakan, yaitu racun lambung, racun kontak, dan racun pernapasan.
Racun lambung atau racun perut memerlukan serangga untuk mengonsumsinya terlebih dahulu. Setelah masuk ke dalam organ pencernaan serangga, racun tersebut diserap oleh dinding saluran pencernaan dan didistribusikan oleh cairan tubuh serangga menuju organ yang dituju, seperti susunan saraf serangga. Contoh yang sering digunakan adalah Bacillus thuringiensis.
Sementara itu, racun kontak bekerja dengan bersinggungan langsung dengan kulit serangga. Racun ini kemudian didistribusikan kepada organ serangga yang mematikan, seperti susunan saraf serangga. Contoh umum dari jenis racun ini adalah diklorfos dan primiros metil. Sedangkan racun pernapasan adalah jenis yang dihirup oleh serangga. Setelah masuk ke dalam sistem pernapasan, racun tersebut juga didistribusikan kepada organ-organ yang vital, seperti susunan saraf. Contoh racun pernapasan antara lain metil bromida dan aluminium fosfida.
Baca Juga : Mengenal Macam-Macam Tipe Perkecambahan
Penggunaan insektisida dan akarisida dengan berbagai cara masuknya ini memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Penggunaan racun lambung, misalnya, memerlukan serangga untuk mengonsumsi substansi tersebut, sehingga efektivitasnya tergantung pada tingkat konsumsi serangga terhadap racun tersebut. Sementara itu, racun kontak bisa memberikan efek cepat karena bersinggungan langsung dengan kulit serangga, namun dapat terganggu oleh faktor cuaca atau adanya lapisan pelindung pada tubuh serangga. Racun pernapasan, di sisi lain, bisa efektif jika serangga banyak berada di sekitar area yang diaplikasikan, namun bisa sulit untuk mengendalikan penyebarannya secara merata dalam lingkungan tertentu.
Pengelompokan Insektisida dan Akarisida Berdasarkan Cara Kerja Racun
Pengelompokan insektisida dan akarisida berdasarkan cara kerja racun merupakan langkah penting dalam memahami bagaimana zat-zat kimia ini berinteraksi dengan tubuh serangga. Secara umum, cara kerja racun dapat dibagi menjadi empat kelompok utama: racun fisik, racun protoplasma, racun lambung atau racun perut, dan racun penghambat metabolisme.
Racun fisik adalah jenis racun yang membunuh serangga dengan cara menyerang bagian-bagian tubuhnya secara langsung. Contohnya adalah minyak bumi atau debu yang dapat menutup lubang pernapasan serangga, menyebabkan kekurangan oksigen dan akhirnya kematian serangga. Gejala kematian serangga akibat racun fisik umumnya tidak khas, sehingga sulit untuk diidentifikasi secara langsung.
Baca Juga : Mengenal Bahan Tanam Dalam Budidaya Tanaman
Kelompok selanjutnya adalah racun protoplasma, yang meliputi zat-zat seperti logam berat dan asam. Racun ini bekerja dengan mengganggu struktur atau fungsi seluler dalam tubuh serangga. Efeknya bisa bervariasi tergantung pada jenis racun protoplasma yang digunakan, namun umumnya akan menyebabkan kerusakan serius pada sel-sel tubuh serangga.
Racun lambung atau racun perut adalah jenis racun yang harus dimakan terlebih dahulu oleh serangga. Setelah masuk ke dalam organ pencernaan, racun ini akan diserap oleh dinding saluran pencernaan dan didistribusikan ke seluruh tubuh serangga melalui cairan tubuh. Misalnya, racun seperti Bacillus thuringiensis bekerja dengan cara ini, di mana racun tersebut diserap oleh serangga yang mengonsumsi tanaman yang telah diolah dengan bakteri tersebut.
Terakhir, racun penghambat metabolisme mencakup berbagai jenis racun yang mengganggu proses metabolisme serangga. Ini termasuk penghambat khitin, yang mengganggu pembentukan dinding sel serangga, racun pernapasan yang mengganggu sistem pernapasan serangga, dan racun syaraf yang mengganggu transmisi sinyal saraf. Contoh-contoh racun dalam kelompok ini antara lain adalah furatiokarb, dimetan, pyrolan, dan profenofos.
Baca Juga : Potensi Buta-buta (Excoecaria agallocha) Sebagai Pestisida Alami
Pemahaman yang mendalam tentang berbagai cara kerja racun ini penting dalam pengembangan strategi pengendalian hama yang efektif dan berkelanjutan. Dengan memilih dan mengaplikasikan bahan kimia yang sesuai dengan karakteristik serangga target, para petani dan ahli pertanian dapat mengoptimalkan hasil tanaman mereka sambil meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.