Mitos Larangan Menanam Ketan Hitam, Cabai Rawit, dan Labu Putih di Desa Slangit, Kabupaten Cirebon

Mitos Larangan Menanam Ketan Hitam, Cabai Rawit, dan Labu Putih di Desa Slangit, Kabupaten Cirebon

Mitos Larangan Menanam - Desa Slangit, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menyimpan sebuah tradisi yang kental dalam kehidupan masyarakatnya. Di tengah kesibukan sebagai petani, penduduk desa ini juga memegang teguh larangan untuk menanam tiga jenis tanaman: ketan hitam, cabai rawit, dan labu putih atau waluh geleg. Larangan ini tidak hanya menjadi aturan formal, tetapi juga menjadi bagian dari mitos dan kepercayaan turun-temurun yang dipegang erat oleh warga setempat.

Menjadi petani bukanlah pekerjaan yang asing bagi masyarakat di sejumlah daerah di Kabupaten Cirebon, termasuk di Desa Slangit. Mayoritas penduduk desa ini menggantungkan hidup dari hasil bumi yang mereka tanam dan panen setiap musim. Namun, di tengah kesibukan bertani, ada tradisi unik yang dipegang teguh oleh masyarakat Desa Slangit. Sebuah larangan diberlakukan terhadap tiga jenis tanaman: ketan hitam, cabai rawit, dan labu putih. Larangan ini tidak hanya bersifat formalitas, tetapi juga menjadi bagian dari mitos dan kepercayaan yang turun-temurun di kalangan warga desa.

Baca Juga : Pemerintah Dorong Kemudahan Penebusan Pupuk Bersubsidi melalui Aplikasi i-Pubers

Kepercayaan ini, menurut Adi Sucipto, seorang warga Desa Slangit yang telah mengamati tradisi ini sejak lama, bukanlah hal yang baru. Ia mengatakan bahwa larangan tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Desa Slangit sejak zaman nenek moyang mereka. "Kepercayaan ini memang sudah berlaku sejak dulu. Mulai dari orang tua, kakek. Sudah turun temurun," ujar Adi dalam sebuah wawancara.

Salah satu kejadian yang menegaskan kepercayaan ini adalah ketika seorang warga dari luar daerah menyewa lahan sawah di Desa Slangit untuk menanam bibit padi. Tanpa menyadari larangan yang berlaku di desa tersebut, bibit padi yang ditanam ternyata adalah bibit padi ketan hitam. Kecurigaan muncul ketika tanaman padi tersebut mulai tumbuh dan berbunga dengan ciri-ciri yang tidak biasa. "Jadi waktu padi itu berbunga mulai ada kecurigaan. Bunganya itu beda. Padi biasa kan warnanya hijau, kalau itu putih dan batangnya sudah mulai kehitam-hitaman," cerita Adi.

Baca Juga : Teknologi VHT Membantu Ekspor Hortikultura Indonesia Melawan Hama Lalat Buah

Pada tahun 2019, kecurigaan tersebut terbukti benar. Warga Desa Slangit sadar bahwa tanaman padi yang tumbuh adalah padi ketan hitam, salah satu tanaman yang selama ini sangat dilarang ditanam di desa tersebut. Akibatnya, beberapa anak desa mengalami sakit, seperti demam dan diare. Hal ini membuat warga desa memprotes keberadaan tanaman tersebut dan meminta tindakan dari pemerintah desa.

Adi, yang saat itu menjabat sebagai perangkat desa, bersama dengan pemerintah desa melakukan mediasi dengan pemilik tanaman padi ketan hitam. Pemilik tanaman mengaku tidak mengetahui adanya larangan tersebut dan tidak menyadari bahwa yang ditanamnya adalah ketan hitam. Setelah mediasi, tanaman padi tersebut dimusnahkan oleh pemerintah desa dan warga setempat. Kejadian ini menjadi bukti kuat akan kepercayaan masyarakat Desa Slangit terhadap larangan menanam ketan hitam, cabai rawit, dan labu putih.

Baca Juga : Generasi Muda Indonesia Dimotivasi Menjadi Duta Pertanian Muda 2024

Mitos dan kepercayaan seperti ini tidaklah jarang dijumpai di masyarakat pedesaan, terutama di daerah yang masih kental dengan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal. Akbarudin Sucipto, seorang pemerhati budaya Cirebon, menjelaskan bahwa mitos-mitos seperti larangan menanam tanaman tertentu seringkali memiliki latar belakang yang berkaitan dengan kisah-kisah masa lalu atau dengan tujuan tertentu dalam menjaga etika atau keselamatan masyarakat.

"Ada mitos-mitos yang dalam rangka menyelamatkan koridor etik. Tapi di sisi lain ada juga mitos-mitos untuk menyelamatkan sesuatu yang kita ngga tahu," ungkap Akbarudin. Ia menekankan pentingnya menghormati kepercayaan dan tradisi lokal, meskipun tidak semua orang mempercayainya. "Kalau (mitos) itu sudah menjadi kearifan lokal, paling tidak meski kita tidak meyakini atau tidak percaya, baiknya kita menghormati," tambahnya.

Baca Juga : Serbuan Triliunan Tonggeret, Kejadian Langka Setiap 200 Tahunan yang Mengguncang Amerika

Desa Slangit, dengan larangan kuno ini, memberikan gambaran yang menarik tentang bagaimana tradisi dan kepercayaan turun-temurun tetap kuat di tengah kemajuan zaman. Meskipun banyak aspek kehidupan modern telah memasuki desa tersebut, nilai-nilai tradisional tetap menjadi bagian integral dari identitas dan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa warisan budaya lokal tidak hanya penting untuk dilestarikan, tetapi juga untuk dihormati dan dihargai sebagai bagian dari kekayaan budaya yang memperkaya dan memperkuat jati diri suatu komunitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال